Rabu, 13 November 2013

Siswa-Mahasiswa-Pengangguran

Tidak terasa gue sudah menghabiskan waktu lebih dari 5 tahun untuk menyelesaikan sebuah gelar formal akademik, yaitu sarjana, atau disingkat menjadi S1. Berawal dari tahun 2007, hingga sebuah proses sidang skripsi pada tanggal 18 Desember 2012.

Setelah ditotal, gue mengikuti pendidikan formal dengan rincian:
a. TK 1 tahun
b. SD 6 tahun
c. SMP 2 tahun (gue ikutan program akselerasi)
d. SMA 3 tahun
e. S1 5 tahun
atau bisa dibilang, kurang lebih selama 17 tahun gue duduk dibangku sekolah formal, 12 tahun menjadi siswa, dan 5 tahun menjadi 'maha' siswa, yang menurut gue sebuah istilah yang sangat aneh.

Kenapa harus ada kata Maha di depan siswa? Menurut gue, Maha itu hanya kepada yang Maha satu, yang Maha Kuasa, Allah swt, yang Maha segala. Di bahasa inggris pun tidak ada embel-embel Maha dalam penyebutan seorang pelajar, ketika mengikuti program S1, S2, dan juga S3. Ya sudahlah.

Ketika gue menjadi siswa, dan mengikuti ujian akhir nasional (UAN), entah kenapa gue nyantai dan tidak terlalu khawatir, seolah ada jaminan bahwa gue pasti lulus. Namun ketika mengikuti sidang skripsi, entah kenapa, gue campur aduk rasanya. Antara was-was, senang, sedih, dan bercampur haru. (-___-") Namun benar adanya seperti itulah yang gue rasakan. Ketika kita mengikuti sebuah ujian akhir, rasa dagdidgdug sangat terasa. 

Oke, sudah lewat yangnamanya sidang. Wisuda pun sudah selesai. Kini tinggal menghadapi yang dinamakan dunia nyata. Jungkir balik mencari lowongan kerja, demi satu tujuan yaitu untuk menjadi kaum penghasil uang.

Dari mulai mencari di internet, koran, sampai menyusuri pabrik-pabrik buat sekedar cari info dan bisa memasukkan lowongan kerja. Namun tetap nihil sampai detik ini. Pernah memang ada rasanya sedih, melihat yang lain sudah mampu berkegiatan, bahkan sudah mampu berfoya-foya dengan uang penghasilannya sendiri. Bahkan ada saja yang masih menggoda gue bilang bahwa "Koq lulusan anak Teknik masih nganggur?" dan sebagainya, dan sebagainya.

Menjadi pengangguran bagi sebagian orang mungkin dianggapnya sebagai sebuah takdir. Tapi semakin gue pikirkan, sepertinya bukan takdir, tapi pilihan. Orang memilih untuk mengganggur atau tidak, itu dia yang memutuskan. Pengangguran lebih cenderung kepada konotasi "tidak menghasilkan uang", bukan? Apalagi dewasa sekarang ini, disaat jamannya kapitalisme merajalela, dunia hedonis semakin marak merasuk ke pikiran para kaum pekerja, maupun non pekerja, contoh lah pengangguran. 

Budaya kapitalis yang membuat kita menjadi tertuntut untuk bisa dan harus untuk menghasilkan uang, diantaranya dari gaya hidup, contoh telepon genggam, udah ga jaman tuh yang namanya pake telepon genggam tanpa android, apalagi sekarang bisa menggunakan fasilitas BBM (Blackberry Messenger) di android tersebut. Yang tipe androidnya ketinggalan jaman, pengen ganti dengan yang baru, yang sudah menggunakan telepon genggam merk blackb*** pada pindah ganti menjadi android. Sah-sah saja memang, toh demi kemajuan telekomunikasi dan informasi, namun entah kenapa sudah menjadi sebuah budaya dan menjadi kebutuhan primer.

Belum lagi gengsi antar orangtua yang saling membanggakan anak-anaknya. Ketika anak yang satu bekerja di perusahaan asing dengan gaji melimpah, semakin bangga lah orangtuanya, sedangkan orangtua yang anaknya menjadi sebuah pemikir tanpa harta melimpah, malah terkadang tidak sebegitu membanggakannya bagi orangtua. Hal ini juga yang membebani kaum pemuda para ex-mahasiswa yang masih tidak memiliki pekerjaan, ataupun hanya memiliki pekerjaan di perusahaan biasa.

Menurut gue pribadi, seseorang yang tidak bekerja pun belum tentu bisa dibilang pengangguran. Ketika otak, pemikiran, dan pola pikir semakin dikembangkan meski tanpa lembaga formal, seseorang dapat dikatakan seorang pelajar, akademisi non formal. Membolak-balik buku, mendengarkan berita, menambah wawasan, dan terus berkarya. Meski bukan termasuk kaum pekerja, namun mampu menjadi kaum kreatif yang terus produktif dalam berfikir dan bertindak, menurut gue itu bukan pengangguran.

Banyak kaum muda yang depresi karena belum rezekinya dia untuk menjadi seorang pekerja. Padahal tidak perlu sampai putus asa dan menyerah, pengangguran itu pilihan, sedangkan rezeki adalah urusan Tuhan Yang Maha Esa. Tetap harus kreatif dan membaca. Baca dan Bacalah.

Baca Selengkapnya ...
Minggu, 03 Februari 2013

Tentang mengkritisi: Ngomong tanpa Bertindak

update twitter 4 Februari 2013

kalo mau memperbaiki, gausah cuma ngemeng2, dan cuma jadi penonton. masuk ke dalamnya, rubah birokrasi yg ada.

hanya mengamati, menjudge, dan tidak tau menahu data statistik yg ada, hanya berupa omong kosong yg tak berujung.

mengkritik itu mudah, mengamati itu gampang,. yg sulit memberikan solusi dan mau untuk merubah ke dalamnya. anda berani? saya tdk yakin

anda siap menjadi pengubah di dalamnya? wong ketika ditanya, anda selalu berfikir secara umum, 'rubah dulu diri sendiri, baru rubah yg lain'

mau sampai kapan? perubahan itu butuh kekonsistenan. berubah mudah, konsisten yg sulit. memperbaiki diri sendiri itu tdk ada ujungnya

apabila terus memperbaiki diri sendiri dan melupakan yg lain, bukannya terkesan egois? terkesan eksklusif? berhentilah untuk terus egois

berani mengkritik dan tidak bergerak. kalau anda siap, sini bareng saya kita merubah bersama tanpa harus banyak bicara.

kita saling berdiskusi, bukan saling mengkritisi yg berimbas utk menjatuhkan. tuangkan ide2 anda dan kita realisasikan bersama.

"berbicara dan mengkritisi itu mudah, tapi bertindak untuk melakukan sebuah perubahan itu yg sulit."
Baca Selengkapnya ...
Sabtu, 01 Desember 2012

Ikhlas: Yang tersembunyi di dalam yang Tersembunyi


Ikhlas itu sesuatu yang tersembunyikan, berbentuk abstrak, dan tidak ada yang mampu menggambarkannya secara detail ataupun nyata.
Ikhlas itu hanya bisa dirasakan, oleh yang merasa dan yang Maha Pemberi Rasa.

Ikhlas itu, sesuatu yang tersembunyi di dalam yang Tersembunyi.
Sebegitu tersembunyi nya sebuah kata ikhlas.

Ketika lidah berucap, "Gw ikhlas" "Gw mengikhlaskan" "Gw udah ikhlas koq", itu semata-mata hanya lidah yang berkata. Untuk rasa yang sesungguhnya, tidak ada seorang pun yang tau. Bahkan terkadang, diri sendiri pun masih belum tau keberadaan ikhlas di hatinya. 

Memang benar ikhlas itu sulit, namun benar juga ikhlas itu mudah. Sulit sesulitnya menyentuh udara, mudah semudah menghirup udara. Ikhlas itu rumit, namun sederhana. Ikhlas itu ada, namun terkadang seolah tidak ada. 

Keikhlasan rasa cinta terhadap sahabat, keluarga, suami, anak.. Akankah itu diselimuti oleh keikhlasan, ataukah hanya sekadar kewajiban, ataukah ingin mendapatkan timbal balik? Cinta kepada Allah swt, dan pada Rasulullah swt?

Ada sebuah kalimat yang dipopulerkan oleh Ahmad Dhani dan Alm. Chrisye, 
"Jika surga dan neraka tak pernah ada, masihkah kau bersujud kepada-Nya?"

Baca Selengkapnya ...
Kamis, 29 November 2012

Tentang "sindiran"


 teknik menyindir biasanya ampuh untuk mengingatkan sesama saudara kita yang melakukan kesalahan, atau sesuatu yg menyimpang

 namun terkadang teknik ini malah menimbulkan kecurigaan atau rasa sakit hati utk yg tersindir tanpa si penyindir sadari

 hal ini biasanya dilakukan karena apabila bicara secara langsung, malah akan menjadi perang mulut, dan sasaran pun menjadi meleset

 memang konteks untuk menyindir harus dipikirkan secara matang, untuk mendekatkan orang yang kita tuju, bukan malah menjauhkannya

 namun tetap saja, lebih baik menyindir secara langsung daripada harus mendahulukan ghibah
Baca Selengkapnya ...
Rabu, 28 November 2012

Review Buku: Negeri Para Bedebah - Tere Liye


Baru pertama kali ini gw baca bukunya Tere Liye, setelah sekian lama gw direkomendasikan oleh kawan-kawan yang sudah lama menjadi fansnya beliau. Tere-Liye adalah seorang penulis yang berasal dari tanah Sumatera. Buku nya yang sudah dibuat di layar lebar yaitu: Hafalan Shalat Delisha.

Beberapa waktu lalu, beliau mengeluarkan buku terbarunya yaitu Negeri Para Bedebah. Berhubung genre buku yang ini gw rada suka, gw langsung membeli tanpa membaca sinopsisnya terlebih dahulu. Dengan cover berwarna merah yang dihiasi gambar seorang laki-laki menggunakan jas dan memakai topeng dengan hidung panjang yang menyiratkan tipu muslihat dan kebohongan, ditemani seekor serigala berbulu domba.

Halaman pertama gw buka, dan gw langsung merasakan aura buku yang penuh dengan intrik politik dan permainan orang-orang kelas atas. 

sumber: google.com

Thom adalah seorang eksekutif muda yang sukses, tampan, cerdas, dan seorang pakar di bidang ekonomi. Dia dihadapkan masalah yaitu bangkrutnya Bank yang dikelola oleh keluarga pamannya. Bank ini adalah bank raksasa yang memiliki banyak nasabah 'besar', oleh karena itu kebangkrutannya adalah kebangkrutan dari orang-orang besar petinggi di negara ini.

Dengan kecerdasannya, Thom berhasil membawa kabur om nya dari kejaran aparat dan pemerintah. Dia dituntut untuk berhadapan dengan kawan-kawannya sesama petarung di suatu klub yang biasa dia kunjungi. Kawan-kawannya ini bukan sekedar petarung biasa, namun 'petarung' dalam berbagai bidang dalam skala nasional, dari mulai polisi, politikus, TNI, dan lain sebagainya. Dengan berbagai jaringan yang dia miliki ini, menjadi peluang baik untuknya, sekaligus menjadi hambatan untuk memperlancar aksinya.

Karakter Thom adalah seorang jenius yang mampu berpikir dingin dan mempertimbangkan segala gerak dan geriknya dengan matang. Ditambah karakter lain seperti Julia (seorang reporter cantik yang mendampingi Thom), dan juga sekretarisnya yang cerdas dan memiliki akses data yang tidak terkira.

Gw baca buku ini cukup dibawa berfikir dan dipermainkan emosinya. Juga bahasa dan istilah yang cukup berat, menjadi nilai tambah untuk membaca buku yang penuh dengan kejutan ini. Gw merasa, Tere-Liye menjadikan buku ini sebagai miniatur dari kehidupan kelas atas yang ada di penjuru dunia ini, dari berbagai kalangan, dan segala manipulasinya.

Sebuah buku yang sangat asyik untuk dibaca. jk
Baca Selengkapnya ...